ตั้งค่าการอ่าน

ค่าเริ่มต้น

  • เลื่อนอัตโนมัติ
    Hot Daddy and Babysitter || YinWar

    ลำดับตอนที่ #4 : Bab 3 - Ice Daddy

    • อัปเดตล่าสุด 5 พ.ย. 63


    Mentari menyambut awal hari. Dinginnya pagi menyelimuti permukaan bumi. Jalan-jalan sudah tak senggang lagi. Barisan manusia menunggu aktivitas yang tak pernah berganti.

    War duduk di halte bus. Bersama manusia lain menunggu bus menjemput. Pukul 06.45 jam pada handphone nya tertera. Butuh sekitar 10 menit perjalanan untuk sampai dia ke penthouse dimana aktivitas baru menanti.

    'Dilarang menggoda dan tergoda.'

    Bayangan kata-kata datar Yin masih terngiang. Sialnya bagi War, dia hampir saja tergoda oleh perawakan Yin. Namun segera ia sadar bahwa uang tujuannya kini.

    'Jika aku tidak boleh menggoda dan tergoda, maka Yin yang akan menggoda dan tergoda tanpa harus aku melakukan keduanya.' Setan dalam diri berbisik kuat.

    Bssstt....

    Suara rem bus membuyarkan lamunannya. War dan lainnya segera masuk dan syukurnya bus tergolong lega sehingga dia masih mendapat tempat duduk.


     

    War berada di depan pintu penthouse Yin. Saat dibawah gedung, penjaga sudah tak mempertanyakan lagi maksud kedatangannya. Bahkan mereka langsung menyambut dengan sapaan kecil. Disini War baru menyadari, bahwa gedung ini adalah salah satu milik Wong Wei Group.

    Tadi malam, War langsung mencari tahu semua tentang Wong Wei. Dia tidak ingin seperti orang bodoh yang tak tahu siapa tuannya. Dengan bertanya kepada Benz dan berselancar dalam internet. Sangat mudah informasi dia dapat, karena Wong Wei sangat terkenal terutama Yin yang menjadi dambaan berita setiap media.

    Pintu penthouse terbuka setelah dia memencet bel. War melihat Vee yang kesulitan menjangkau handle pintu mengingat tingginya yang belum sampai. Vee dengan manja meminta War untuk digendong. War tentu tak segan langsung menurutinya, bahkan dia menciumi seluruh permukaan wajah Vee.

    "Kenapa Vee masih memakai piyama? Vee belum mandi?"

    Vee menggeleng manja dengan kepalanya yang masih menempel di dada War.
    "Vee menunggu Phi War. Vee mau mandi dengan Phi."

    Saat mereka sampai ke dalam, dilihat bahwa Yin sudah sangat rapi dengan koran di tangannya. Sesekali Yin menyeruput cangkir yang War yakini itu kopi dari aroma menguar.

    "Swasdi Khrab tuan." War menyapa Yin sekedar menghormati sang tuan.

    "Swasdi." Akhirnya Yin membalas walau hanya satu kata cukup bagi War.

    "Ayo Phi mandi di kamar mandi dalam kamar Vee." Perkataan Vee menarik atensi War kembali.

    "Oke Phi letakan tas Phi dulu."

    Mereka memasuki ruangan kamar dengan Vee masih dalam gendongannya. Kamar ini sangat luas bahkan berkali-kali lipat lebih luas dari rumah keluarganya. Interiornya mewah dan elegan. Warna netral mendominasi setiap bagian.

    "Ini kamar Vee?"

    "Ini kamar Vee dan daddy."

    War sebenarnya merasa kaget, bagaimana mungkin dia masuk ke kamar utama tuannya. Menganalisis lebih jauh memang desainnya menggambarkan kesan siapa pemilik tempat ini. Berkuasa dan dingin.

    "Tenang daddy tidak akan marah Phi masuk kamarnya. Karena tidak mungkin Vee mandi di kamar mandi luar atau ruangan lain sedangkan semua kebutuhan Vee ada disini."

    "Ahh benar juga." War mulai memahami, tapi pastinya War masih sedikit segan dia masuk ke kamar tuannya.
    "Biasanya Vee mandi dengan siapa?"

    "Tentu daddy." War merutuki pertanyaan bodoh dari mulutnya.

    Mereka memasuki kamar mandi yang lagi-lagi membuat War tercengang. Jika kamar mandinya seperti ini tentu membuat betah berlama-lama dia di dalam. Setelah memandikan Vee, mereka memasuki sebuah sudut dalam kamar, wardrobe.

    "Ini milik Vee dan sebelah sana milik daddy."

    Dalam pikiran War, orang kaya memang gila, mereka seperti membuka toko dalam rumahnya. Semua kebutuhan fashion lengkap, bermerek, dan pasti mahal. Ini baru punya Vee yang War lihat, bagaimana dengan punya Yin. Hatinya seperti tersentil.

    Setelah selesai mendandani Vee dan sadar dari kekaguman War, mereka menuju ke tempat makan.

    "Daddyyyyy....." Vee berteriak nyaring dan meminta daddynya untuk digendong. War menyerahkan Vee ke Yin.

    Yin menyambut Vee dalam pangkuannnya, menciumi permukaan wajah Vee yang membuat Vee terkikik geli. Yin saat berasama Vee seperti orang berbeda, sangat hangat.

    "Dad Vee lapar." Rengek Vee sambil mengelus perut kecilnya. Yin yang mendengar mencubit hidung kecil Vee.

    War sedari tadi hanya berdiri. Dia sebenarnya bingung harus bagaimana. Mau duduk, tapi belum disilakan.

    "Duduklah."

    "Ahhh ye tuan." Gugup War.

    "Panggil Phi, aku terlihat sangat tua."

    "Baik tu- ahh Phi "

    "Daddy akan memanggil sarapan untuk kita." Ucap Yin ke Vee.

    "Phi War juga makan disini na?"

    War yang ditanya melirik ke arah Vee, namun otomatis pandangannya bertemu dengan Yin.

    "Tidak perlu nanti Phi makan di kampus saja." Tolak War merasa segan, karena pastinya makanan mereka juga tak kalah mewahnya.

    "Mulai sekarang selama disini makanlah disini."

    "Tapi phi, ak-" Suara War menggantung saat matanya menatap mata Yin seakan berkata bahwa ucapannya adalah mutlak tanpa bantahan. Pikir War setidaknya dia bisa menyisihkan uangnya lebih banyak.

    Tak lama beberapa orang masuk dengan membawa meja troli penuh makanan. Berbagai hidangan inti sampai penutup disajikan. War mulai sekarang harus mampu mengontrol emosi kagumnya, karena pasti kedepan masih banyak kejutan mewah yang akan terpampang.

    Setelah sarapan, mereka akan mengantar Vee menuju sekolahnya. Yin meminta War untuk ikut karena War harus tahu dimana sekolah Vee berada.

    Mereka menaiki salah satu mobil mewah, yang bahkan War pun tak berani memimpikan akan menaikinya. Yin mengemudi sendiri tanpa sopir, sedang War duduk di samping Yin dengan Vee dalam pangkuannya. Yin sebenarnya menyuruh Vee duduk di belakang, tapi Vee merengek tak mau.

    Dalam mobil, hanya Vee yang sibuk berceloteh. Yin dan War mereka tak ada obrolan sama sekali. Mereka hanya menjawab celotehan Vee jika memang perlu.

    "Apa ini?" Yin tiba-tiba menyodorkan handphone ke War. War merasa bingung, batinnya 'apakah orang kaya ini akan memberikan handphone nya juga?'

    "Ketik nomormu."

    "Ahhh..." Bodoh, lagi War bersikap bodoh dengan tingkah Yin.

    "Ini Phi."

    "Nanti aku akan mengirim nomor sopir. Jadi kamu bisa memintanya untuk menjemput."

    Sesampainya di sekolah Vee, War melihat bahwa sekolah ini hanya berisi murid-murid kalangan atas. Vee mencium pipi Yin kemudian War, baru dia keluar menemui gurunya yang menyambut murid-murid di depan sekolah.

    "Heumb." Suara deheman Yin membuat War merasa bingung. Lama berkutak dalam pikirannya, War baru memahami bahwa dia masih duduk di dalam mobil. Segera War membuka mobil dan memberi waii sebelum Yin menginjak gas mobil meninggalkan War.

    "Bahkan dia tak berbasi-basi menawariku untuk memberi tumpangan." War akhirnya memilih menggunakan bus menuju universitanya.


     

    "Sudah bertemu profesor?" Prat bertanya kepada War yang baru datang di kantin.

    "Sudah dan masih perlu perbaikan lagi." Lesu War.

    "Tidak apa. Semangat." Timpal Wint dengan mengepal tangannya.

    "Jam berapa kamu menjemput anakmu?" Tanya Bever

    "Bever sialan, dia bukan anakku." War melempar kentang goreng ke arah Bever.

    "Sekarang bukan, mungkin kedepannya ya." Canda Bever.

    "Sattt." Sewot War membuat teman-temannya tertawa menggoda.

    "War." Benz memanggil. War hanya melirik. "Jadi, bagaimana hot daddy?" Benz si gila ini masih penasaran.

    Menjawab penasaran Benz yang pasti tak berhenti bertanya jika belum terjawab.
    "Apanya yang hot? Ice daddy baru benar." Sambil mengingat bagaimana kakunya Yin dan tak berekspresi

    Semua mata teman-temannya memandang War penuh penasaran. Tak berniat menyela, hanya ingin cerita berlanjut.

    "Di hari pertama dia hanya berkata dua kalimat, melihat kearahku saja dapat dihitung dengan detik. Hari ini dia meninggalkanku setelah mengantar Vee ke sekolah. Wajahnya tanpa ekspresi, sifatnya sungguh kaku." War buru-buru menyeruput esnya menahan emosi.

    "Jadi kamu ingin dia memandangmu dan mengantarmu?" Goda Prat.

    "Bu-bukan begitu maksudku. A-aku, ahhh brengsek." War berbicara dengan gugup.

    Yang lain ber ohh ria dengan senyum mengejek.

    "Simpan pikiran busuk kalian. Kita sepakat bahwa tak ada yang menggoda dan tidak ada yang tergoda. Titik."

    "Tuhan semoga mereka menelan omongan mereka sendiri." Doa Wint dengan menangkupkan tangan berdoa.

    "Sadhu." Mereka kompak mengaminkan.

    War memukul kepala teman-temannya dengan kertas yang dia pegang. Bagi dia doa mereka penuh kebusukan. Bagaimana mungkin dia dan si dingin Yin akan bersama. Kemustahilan takdir.

    "Daripada aku semakin muak dengan kalian, lebih baik aku menjemput Vee sekarang."

    "Oke okeh, hati-hati menjemput anakmu." Teriak Benz.

    Sudah gila War mendengar omong kasong teman-temannya. War menggunakan bus menuju sekolah Vee. Enggan dia meminta sopir Yin untuk menjemput War di kampus juga. Jadi dia meminta untuk di jemput di sekolah.

    .
    .
    .
    ~oOo~
    .
    .
    .

    Seharian War menemani Vee di penthouse. Vee seperti balita lainnya, tidur siang dan kemudian bermain. Sebenarnya War masih bingung bagaimana anak balita 4 tahun sudah bersekolah. Namun dari cerita Vee di sekolah bahwa aktivitasnya adalah bermain, maka War menyimpulkan mereka belajar sambil bermain. Yeahh mereka para pewaris harus dapat memahami sesuatu sejak dini. Disaat yang lain diam maka dia akan berjalan.

    Jam menunjukan pukul 18.00 dan Yin belum pulang. Mereka belum makan malam karena harus menunggu. Vee berkata bahwa biasanya Yin akan pulang sekitar pukul 18.00 - 19.00 atau bahkan lebih.

    Vee masih sibuk dengan gambar dan crayon miliknya. War hanya mengawasi dan membimbing Vee yang sibuk memberi warna dalam buku bergambar. Untuk mengganjal perut mereka, War menyediakan cemilan ringan yang ia dapati dari lemari makanan yang gilanya sangat banyak dan beraneka.

    Tittt
    Tittt

    Suara seseorang menekan tombol kode pintu. Pukul 19.00 Yin baru pulang. Yin terlihat kusut dan kelelahan. Sontak War langsung paham dengan menyediakan segelas air putih dan menyerahkan ke Yin.

    "Kalian sudah makan?" Tanya Yin setelah meletakan Vee dalam pangkuannya dengan menciumi wajah Vee yang sepertinya memang kebiasaan mereka.

    "Belum phi, Vee ingin menunggu Phi." Jawab War.

    "Benarkah?" Yin menangkup pipi Vee untuk menghadapnya. Vee hanya mengangguk lucu.

    "Daddy akan meminta mereka untuk menyediakan makanan."

    "Phi tidak ingin membersihkan diri dulu?" War melihat penampilan Yin yang terlihat lelah namun sialnya semakin seksi di mata War.

    'Ahh jangan berpikiran gila.' Mengeyahkan pikiran.

    "Vee sudah lapar."

    "Ahh ya. Karena Phi sudah pulang lebih baik aku pulang Phi."

    War yang hendak mengambil tas tersentak dengan nada dingin Yin.

    "Siapa yang menyuruhmu pulang? Ingat kata-kataku selama kamu disini maka makan pun disini. Jangan punya memori yang dangkal."

    .
    .
    .
    ~oOo~

    Tebece


     


    8 September 2020
    riCHie_CHun

    ติดตามเรื่องนี้
    เก็บเข้าคอลเล็กชัน

    ผู้อ่านนิยมอ่านต่อ ดูทั้งหมด

    loading
    กำลังโหลด...

    อีบุ๊ก ดูทั้งหมด

    loading
    กำลังโหลด...

    ความคิดเห็น

    ×