คืนค่าการตั้งค่าทั้งหมด
คุณแน่ใจว่าต้องการคืนค่าการตั้งค่าทั้งหมด ?
ลำดับตอนที่ #3 : Chap 2 - Meet
Suara riuh dan kebisingan mulut memenuhi keadaaan kantin Fakultas Bisnis. Sendiri, berdua atau berkelompok menjadi pemandangan tiap sudut. Menikmati santapan atau menyeruput dinginnya es di siang hari, bahkan sekedar mereka datang hanya untuk berceloteh sesama kawan.
"Jadi bagaimana seleksi kemarin?" Benz bertanya kepada War melepas genggamannya dari jus jeruk ditangan.
"Belum di putuskan. Mereka bilang akan menghubungi hari ini jika diterima." War menjawab tanpa mengalihkan sedikit pun tatapan dari makan siangnya.
"Apakah kamu bertemu dengannya?" Benz mengangkat sedikit alisnya menggoda.
"..." War yang tidak memahami apa yang Benz maksud hanya memandang dengan tatapan bingung.
"Maksudku Hot Daddy. Jadi bagaimana bentuknya?"
"Bulat."
"Apa maksudmu bulat?"
"Kau tadi bertanya bentuknya, maka aku jawab."
"Gila. Maksudku bagaimana wajah dan perawakannya. Apakah begitu hot seperti yang dikatakan orang?"
"Benz, ingat kau sudah mempunyai Hot Daddy mu, Prom." Celetuk Wint disamping Benz.
Takkk
Benz memukul kepala Wint dengan sendok yang dia rebut dari tangan Prat.
"Sial, kau menggunakan sendok yang masih aku pakai untuk memukul kepala Wint yang penuh kutu."
Takkk
Prat kali ini yang mendapat pukulan dari Wint dengan sendoknya.
"Yeahh setelah lulus aku akan membuka bisnis ternak kutu dan kamu konsumen utamanya."
Hahaha..
Sontak suara tawa memenuhi meja mereka. Entah kadang mereka akan membahas sesuatu yang tak penting sama sekali.
Drrttt
Drrttt
Getaran handphone menyadarkan mereka dari candaan konyol. Mata mereka fokus pada satu titik dimana War hanya memandang handphone yang bergetar dengan ekspresi bingung.
"Kenapa tidak kamu angkat?" Tanya Bever.
"Aku tidak mengenal nomornya."
"Mungkin Hot Daddy yang menelepon." Benz lagi-lagi berkata menyebalkan.
"Sialan kau Benz."
War akhirnya menjawab telephone tersebut. Senyum merekah dari bibir War membuat teman-temannya yakin bahwa itu kabar baik.
"Ya terima kasih. Saya akan segera kesana."
Tak hentinya War tersenyum senang. Bahkan dia menciumi layar handphone berkali-kali. Kemudian matanya memandang teman-temannya yang memasang wajah penasaran.
"Seperti yang ada di otak busuk kalian, aku diterimaaaaa." Ucap War sembari tersenyum lebar.
Suara riuh dan ucapan selamat terlontar dari masing-masing mulut teman-teman War. Walau War merasa senang namun sebenarnya ada keraguan, karena baru kali ini ia bekerja sebagai pengasuh. Langsung ia tampik ragu itu, yang dia butuhkan adalah uang jadi akan menjalani apa yang menjadi rencananya
"Jadi kamu akan segera bersama Hot Daddy?" Sunyi, tiba-tiba keriuhan menjadi sunyi saat lagi-lagi Benz melontarkan kata laknat.
"Kenapa lagi-lagi kamu membahas itu. Apakah kamu psikot yang terobsesi dengan pria satu anak? Dan menjawab penasaranmu, aku belum pernah bertemu dengannya. Harusnya aku yang bertanya denganmu bagaimana wajah dan sifatnya. Bukankah kamu bilang dia teman Prom?"
"Hehe... aku tidak pernah bertemu dengannya. Dan yeahh... aku penasaran saja seperti apa dia yang di ceritakan Prom." Benz menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
"Brengsek jadi kamu mendorongku tanpa tahu orangnya? Ahhhh.... kamu akan membunuhku. Bagaimana jika dia om om mesum, atau atau dia, ahh entahlah." Frustasi War sambil mengacak kasar rambutnya.
"Sudahlah, War setidaknya dia membantumu menemukan pekerjaan. Bukankah kamu bilang untuk menjalaninya terlebih dahulu, karena kita tidak tahu kedepannya. Berpikirlah positif." Bijak Bever.
Benz yang tak tahu harus berkata apa hanya mampu mengangguk-anggukan kepalanya saat Bever berbicara.
"Sana temui Hot Daddymu. Jangan biarkan dia menunggu"
"Bajingan kau Benz".
Haha...
Suara tawa menggelegar dari lainnya. War segera bergegas dan mengambil ranselnya. Meneguk minuman terakhirnya sampai tandas. Tak ketinggalan dia menuju Benz menendang kursinya keras hingga Benz hampir terjatuh.
"Kamu yang bayar makananku Benz" War berlalu tanpa ingin mendengar segala protes dari mulut Benz.
.
.
.
~oOo~
.
.
.
Di sebuah gedung mewah War sekarang. Setelah perjalanannya menggunakan taksi menuju alamat yang dikirim oleh si penelepon yang mengaku sebagai sekretaris yang akan menjadi tuannya. Namun di depan dia dihadapkan dengan penjaga yang mempertanyakan maksud kedatangannya. Penjaga tersebut langsung memahami dan mengantarnya menuju lantai dimana tuannya tinggal.
Treng
Lift terbuka saat sampai di lantai paling atas. Penjaga tersebut langsung turun tanpa keluar lift, dia hanya mengatakan bahwa pintu tempat tinggal tuannya tepat di hadapan pintu lift. War tidak sempat bertanya nomor berapa tuannya tinggal. Namun sepertinya benar bahwa dia tidak perlu bertanya, karena setelah menelisik ke penjuru, lantai ini hanya mempunyai satu pintu dan tepat di depan lift.
Ragu-ragu War untuk menekan tombol bel, tangannya menggantung tak jadi menekan. Batinnya bergejolak antara melanjutkan atau pergi. Tapi bayang-bayang uang yang harus dia dapatkan menjadi momok mengerikan yang menghantui.
Huft...
Helaan nafas kasar berhembus dari mulutnya. Dengan tekad dia harus masuk. Seperti yang dikatakan Bever jalani terlebih dahulu dan berfikir positif.
Dua kali War menekan bel, belum ada jawaban. Saat War hendak menekan kembali tiba-tiba intercom bersuara.
"Siapa?"
"Maaf, saya War yang akan bekerja sebagai pengasuh."
"Tunggu sebentar."
Ting
Suara pintu terbuka, dan terlihat wanita muda berusia awal 30 an membuka pintu.
"Swasdi kha, saya sekretaris Nyonya Wong yang menghubungi Khun War." Suara lembut mengalun dari mulut berlapis lipstick pink.
"Ahh yeah, swasdi khrab. Saya War."
"Silakan Khun War mengikuti saya. Nyonya dan Tuan menunggu Anda di dalam."
Wanita dengan setelan resmi tersebut membimbing War di depan menuju tuannya. War yang berada di belakang mencuri-curi untuk memandangi setiap sudut tempat.
'Woww... ini bukan sekedar apartemen, tapi penthouse mewah. Pantas berada di lantai atas sendiri.' Batin War dengan kekaguman.
"Nyonya, Tuan, Khun War telah tiba." Ucap sekretaris itu sopan dengan sedikit bungkukan.
"Silakan duduk." Seorang wanita paruh baya mempersilakan War duduk di hadapannya, sedangkan sekretaris tersebut berlalu menuju sudut lain.
"Swasdi khrab." War memberi waii sebagai salam hormat.
"Swasdi kha."
War mengingat dengan jelas, wanita paruh baya tersebut adalah nenek dari anak yang akan dia asuh, karena dia yang mewawancari War tempo hari.
Seorang anak kecil duduk disamping sang nenek dengan memandang War penuh minat. Kaki kecilnya yang tak sampai ke tanah menggantung lucu dengan mengayun kecil. War tersenyum manis kepada si kecil yang War yakini bahwa anak ini yang akan ia urus kedepannya.
"Dad, pengasuhku sudah datang." Si kecil menggoyangkan tangan seorang pria disampingnya yang sedari tadi menunduk fokus dengan layar tablet di tangan.
Sontak War pun mengalihkan pandangannya kepada pria tersebut. Pria tersebut meletakan tabletnya dan mengangkat kepala memandang War di depannya. Saat War melihat wajahnya semua fokusnya tersedot kepada pria dewasa ini.
'Brengsek kau Benz, dia memang Hot Daddy.' War membatin penuh makian sarat pujian kepada Benz sahabatnya.
"Sw-swasdi Khrab." War yang tadi terlalu terbuai kini mencoba kembali tersadar.
"Hmm" Hanya jawaban gumaman yag di dapat War. Toh War juga tidak peduli.
Sekretaris datang membawa baki dengan minuman dan makanan ringan. Anak kecil tersebut langsung membawa satu toples cookies di dekapan. Daddy nya dengan telaten membenarkan posisi duduk si kecil. War yang melihat menatap gemas akan interaksi mereka.
"Seperti yang Anda lihat, cucu di sampingku yang nanti akan Anda asuh." Nyonya tersebut memulai menjelaskan.
Mereka membahas bagaimana kedepannya War bekerja, dari pola pengasuhan hingga peraturan. Dia akan bekerja mulai besok. War datang pukul 07.00 dan berakhir saat daddynya pulang bekerja. Pagi-pagi dia harus mempersiapkan segala keperluan dan kebutuhan dari si kecil Vee. Masalah membuat makan dan membersihakan penthouse akan ada yang urus dari pihak gedung. Apa yang disuka dan tidak disukai Vee benar-benar harus War ingat. Urusan mengantar Vee sekolah akan di lakukan daddy nya, jika daddy nya tidak bisa maka War yang harus mengantar. Tapi War lah yang wajib menjemput Vee dari sekolah dan menemani Vee seharian entah di penthouse atau jalan-jalan keluar. Saat Vee sekolah War masih bisa datang ke kampus atau melakukan hal lain. Saat Vee pulang sekolah War dapat memanggil sopir perusahaan untuk mengantar mereka. Dari sini War berpikir bahwa untuk sekarang sepertinya cukup mudah pekerjaannya.
"Hal-hal selanjutnya Anda akan membahas langsung dengan Yin." Ucap Nyonya Wong. "Khun Jane, apakah mobilnya sudah siap?" Nyonya Wong bertanya kepada sang sekretaris.
"Sudah Nyonya. Penerbangan Anda akan berangkat dalam satu jam lagi."
War disini masih bingung bagaimana Nyonya Wong memiliki penerbangan? apakah dia akan pergi?
"Nenek akan segera kembali? Bisakah nenek tinggal di Thailand lebih lama?" Vee merengek dengan menggoyangkan tangan neneknya berkali-kali.
"Kakek sendirian di Hongkong, tentu nenek harus pulang. Lagi pula Vee sudah ada Phi baru jadi tidak kesepian lagi saat daddy pergi." Vee mengerucutkan bibirnya lucu masih tidak terima sang nenek pulang.
"Baik nenek pergi dulu. Vee harus menjadi anak baik, oke?" Vee hanya mengangguk tak ikhlas.
"Yin, urus Vee dan perusahaan dengan baik." Yin hanya menatapnya seakan berkata 'ya' tanpa perlu menjawab.
"Dan Khun War lakukan pekerjaanmu dengan baik, saya tidak ingin mendengar Anda tidak bertanggungjawab dan melewati batasan Anda."
"Baik Nyonya." Tentu di sini War memahami bahwa dia hanya harus mengurus Vee tanpa tujuan lain.
Setelah Nyonya Wong dan Sekretarisnya pergi, suasana menjadi cukup canggung. War tidak harus memecahkan sunyi ini seperti apa. Dia hanya meneguk jus jeruk yang telah disediakan lama.
Takk
Vee meletakan toples cookies di atas meja, menimbulkan bunyi cukup keras. Vee berjalan di depan War dan memandang War dengan mata lucunya.
"Phi War?"
"Ya."
"Gendong." War tersenyum manis dengan permintaan kecil Vee. Tangan Vee yang di julurkan kedepan langsung di sambut hangat War. War tidak menggendongnya, hanya meletakan di pangkuannya dan mengelus ramput Vee gemas.
"Phi War sangat manis." Vee mencoba meraih pipi War dan menusuk dimple War.
"Vee jauh lebih manis." War membalas dengan mencubit pipi gembul Vee dengan gemas.
"Hehe... tapi kalau besar Vee akan tampan, lebih tampan daripada daddy." Vee menepuk dadanya dengan bangga
"Baiklah Vee akan memperkenalkan diri Vee. Vee Wong namaku, dan ini daddy Yin Anan Wong. Vee 4 tahun, daddy 28 tahun. Bagaimana dengan Phi?" Suara lucu Vee memperkenalkan dia dan daddynya.
"War Wanarat Ratsameerat. Phi 22 tahun."
"Hmmm.. dulu kita tinggal di Hongkong, tapi daddy harus ke Thailand karena mengurus perusahaan kakek. Jadi Vee harus ikut daddy." Ada nada sedih dalam bicara Vee, mungkin karena dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru.
"Tidak apa, nanti juga Vee akan terbiasa." War mencoba menenangkan Vee.
"Phi tinggal di condo teman phi, dekat dengan kampus. Jadi Phi hanya perlu berjalan."
"Phi masih kuliah? Phi kuliah dimana?"
"Universitas Bangkok, fakultas Bisnis. Kau tahu?"
"Tidak, karena ini pertama kalinya Vee ke Thailand. Kapan-kapan Phi harus mengajak Vee mengelili Bangkok." Antusias Vee sambil membayangkan setiap sudut kota.
"Tentu saja, jika daddy Vee mengizinkan." War melirik sedikit Yin yang hanya sibuk dengan tabletnya.
"Daddy pasti boleh. Iya kan dad?" Melirik daddy nya yang acuh dengan percakapan mereka.
"..." Tak ada jawaban, hanya lirikan cepat dari Yin.
"Diam berarti yes." Senang Vee.
Entah bagaimana komunikasi dua orang beda usia ini mengalir. Vee benar-benar nyaman dengan War begitu sebaliknya. Vee yang notabennya sangat sulit menerima orang asing dengan mudah menerima War dalam hidupnya.
Tanpa mereka sadari, sebenarnya Yin cukup berminat dengan percakapan mereka. Namun entah bagaimana dia enggan untuk masuk dalam percakapan. Setidaknya jika Vee nyaman maka tidak ada masalah.
"Heumb." Suara Yin tiba-tiba mengintruksi mereka yang sedang asik.
"Sudah sore kamu bisa pulang." Suara pertama kali dari Yin yang War dengar sangat dingin bagi telinganya. Walau War juga terkenal tak banyak bicara, namun setidaknya dia tak begitu pelit berbicara.
War menurunkan Vee dalam pangkuannya. Tak lupa War berpamitan kepada mereka.
"Phi pulang dulu. Besok pagi Phi akan kesini." Ucap War sambil mengelus ramput Vee yang saat ini Vee masih memeluk kaki War.
Saat Vee melepas dekapannya dan berdiri di samping Yin, Yin mengeluarkan kalimat kedua untuk War.
"Ada yang perlu kamu patuhi lagi." Yin memandang War dengan mata elangnya.
"Apa itu tuan?" War menunggu hal apa lagi yang perlu dia ingat.
"Dilarang menggoda atau tergoda."
.
.
.
~oOO~
Tebece
Hayyo siapa yang bakal pertama menggoda atau tergoda dulu??
6 September 2020
riCHie_CHun
ความคิดเห็น