คืนค่าการตั้งค่าทั้งหมด
คุณแน่ใจว่าต้องการคืนค่าการตั้งค่าทั้งหมด ?
ลำดับตอนที่ #1 : Special Chap - First Time
~Vee Vivis~
Peringatan -18
Posisi kami masih sama. Bedanya kini kepalaku mendarat di bahu Mark, bergeser sampai tengkuk.
"Phi bantu menggosok sabunnya."
Dari bahu, punggung, hingga pinggul tanganku menggosok kulit lembut Mark. Berjongkok di belakang Mark, tepat wajah di bongkohan pantat Mark. Menciumi tubuh kenyal itu, membenamkan kepalaku di kedua celah. Tanganku meremas gemas dan membukanya untuk dapat melihat dengan jelas lubang yang berkedut. Mark secara reflek sedikit menunggingkan tubuhnya, tangannya bertumbu pada dinding kamar mandi menjaga agar tak goyah.
"Nghh..."
Suara lenguhan Mark semakin menaikan gairahku untuk lebih dalam menciumi lubang itu. Lidahku julurkan memutar pada bibir lubang. Tanganku bekerja mengelus paha sampai betis bolak balik.
Aku berdiri lagi, membalikan badan Mark, mimik sayu itu aku suka.
"Indah."
Mencium mulut Mark, tangan Mark meremas rambut basahku dengan brutal.
Memberi cairan sabun pada telapak tangan Mark. Seperti paham maksudku, Mark juga menggosok tubuh bagian belakangku yang membelakanginya. Kemudian kembali kami saling berhadapan, dan menuangkan sabun lagi.
Menggosok bagian depan tubuh Mark, Mark menyalin seperti apa yang aku lakukan. Kami sama-sama saling menyentuh tubuh, sengatannya menggairahkan.
"Sshhh..."
Tubuh Mark terdorong membentur dinding. Pasalnya kedua tanganku kini meremas dada Mark. Bibirku maju mengemut puting itu, pahit sabun terasa dilidahku, tapi tidak dapat mengalahkan manis asli dari tubuh Mark. Merambat turun di perut kotak Mark, menggambar abstrak dipermukaan.
Mendongkak lagi, menciumi bibir ranum Mark yang terbuka terengah.
"Awww..."
Senyum licik Mark terpatri setelah melakukan hal curang dengan mencubit putingku keras.
"Tidak mau kalah, huh?"
Mark menaikan alisnya dengan senyum miring. Kepala Mark turun membalas perbuatanku, mengemut, menyentuh, menciumi tubuhku meninggalkan jejak merah seperti pada tubuhnya.
Saat Mark akan berdiri, tanganku menahan Mark agar tetap pada posisinya. Menekan Mark lebih turun, mempertemukan bibir Mark dengan milikku yang sudah berdiri.
Mark memahami apa yang aku inginkan, dibawah sana ingin dimanja oleh mulut kecil Mark. Tangan itu mengurut sebentar, kemudian memasukannya di mulut kecil Mark secara bertahap, dari ujungnya hingga penuh sampai membuat Mark tersedak. Mark bermain dengan tempo, memulainya pelan hingga menjadi cepat. Tanganku memegang kepala Mark membantu bermain ritme yang memuaskan.
Dibawah sana aku melihat Mark yang berjongkok sedang bermain pada miliknya juga dibantu oleh tangannya.
"Berdiri Baby."
"Hmmpptt..."
Mark kebingungan karena kesenangannya aku ganggu.
Menempatkan tanganku diatas tangan Mark yang masih sibuk mengurut miliknya sendiri, membuat Mark terlonjak kaget. Semakin aku merapatkan tubuhku, sehingga kedua milik kami kini saling bersentuhan. Menuntun tangan Mark agar bersama-sama bermain pada milik kami.
Aku akui milik kami dapat dikatakan sangat kontras. Dari segi ukuran dan warnanya. Milikku lebih besar dibandingkan milikknya yang mungil. Warna miliknya putih bersih tanpa bulu lebat, sangat terawat.
"Merawatnya?" Bisikku di telinganya yang sensitif. Menghembuskan nafas dan menjilat.
"Ngh, yeahh.... Uhh... Tidakhh mau Phi jijikhh jika melihatnya."
Aku tersenyum pada jawaban Mark. Dia mempelajari semua hal untuk bersamaku.
Sembari mengurut, kami sibuk berciuman, memberikan tanda kepemilikan disana sini. Hingga merasakan kami akan sampai pada puncaknya.
"Nghhh.. ah ah ah... "
"Bersama Babyhh... uh.."
Temponya semakin naik.
"AGHHHH....." Bersama kami mengeluarkan cairan putih yang memenuhi tangan, menyiprat pada perut dan dinding kamar mandi.
Tangan Mark aku bawa ke mulutku untuk aku bersihkan dengan liur. Jilat dan kulum. Begitu pula Mark yang mengemut jari-jariku seperti dia mengulum milikku tadi. Sensual.
"Lelah?"
"Hm."
"Mau melanjutkan?"
Mata Mark terbuka menatapku. Menunggu jawaban Mark membuatku was-was. Sudah sampai sini, aku menginginkan lebih. Rakus dan tak akan puas. Tapi kembali, aku tidak ingin memaksa kekasihku.
"Bawa kondom?"
"Eh?"
"Mark bisa hamil Phi seperti Paman War karena kita masih satu keturunan."
"Ahh, Phi meninggalkan di penthouse. Phi tidak berpikir akan melakukannya di rumah ini."
"Mark juga belum sempat ke dokter."
"Lalu? Kita akan berhenti disini?"
Bodoh. Harusnya aku selalu sedia di dompet atau mobil. Aku mensia-siakan kesempatan langka ini. Jika hari ini tidak berhasil mengambil keperawanan Mark, maka tidak akan tahu apakah itu akan terjadi dilain waktu.
"Selesaikan dulu mandinya. Mark juga tidak mau melakukan untuk pertama kali di ruang sempit."
"Baiklah."
Lesuku. Aku menuruti Mark. Batinku masih merutuki kebodohan.
Kali ini kami benar-benar mandi tanpa saling menggoda satu sama lain. Mark keluar dengan handuk yang dia bawa, sedangkan aku masih telanjang karena tidak sempat membawa handuk ke dalam. Tadi hanya berbagi handuk untuk mengeringkan tubuh. Tidak peduli berjalan telanjang, nyatanya dalam ruangan ini tidak ada kamera pengawas, hanya di halaman dan ruang depan. Mungkin bercinta di sudut ini bisa menyenangkan.
Mark memberikanku sebuah jubah mandi untuk aku kenakan. Mengambil handuk lainnya untuk mengeringkan rambutku. Kami duduk di pinggiran tempat tidur saling berhadapan.
"Keluarga Paman kecil sering menginap?"
"Hanya beberapa kali."
"Hm, Phi akan memeriksa barangkali menemukan disana."
Cepat aku menuju kamar kedua pamanku, sialnya kamar itu dikunci pemiliknya.
"Terkunci Ma-mark..."
Suaraku yang keras semakin melemah. Sebab mataku yang dimanjakan Mark yang sedang berbaring telanjang, hanya sebuah selimut yang menutupi sampai lututnya, bagian atas polos tak tersentuh hingga paha.
"Oh Phi, Mark meminjam ponselnya, ponsel Mark masih diisi daya."
Tanpa melihat ke arahku, Mark masih asik dengan ponsel ditangan. Aku mendekat ke arah Mark, menempatkan kepalaku menghadap tepat di selangkangan Mark.
"Ohh.... Phihhh...."
Mark terlonjak, ponselku jatuh di samping tempat tidur. Mendengar desahan Mark semakin aku bersemangat mengulum milik Mark hingga cairan itu memenuhi mulutku. Aku berbagi cairannya melalui ciuman kami.
"Phi akan mengambil piyama untuk Mark."
"Phi?"
"Oh ternyata Phi mempunyai beberapa pakaian disini."
"P'Vee?"
Grep
Mark memelukku dari belakang yang masih mencari beberapa pasang pakaian.
"Kenapa, hm?"
"Lihat?" Menunjukan baris pesan yang dikirim atas nama Bibi Mild. "Aku membuat janji dengan Bibi besok sore. Dan ini-" Kali ini hasil pencarian di internet.
"Melakan seks tanpa risiko hamil?"
"Yeah. Mark tidak tahu ini berhasil atau tidak, tapi setidaknya ini bisa mencegah hamil. Terkait rencana temu dengan Bibi Mild, Mark- Hmmmppp."
Trakk
Bunyi benturan ponsel yang terjatuh dari tangan Mark tak aku pedulikan. Mencium rakus bibir yang sedari tadi mengoceh seperti melambai untuk dilumat. Mengangkat tubuh telanjang Mark digendong menuju tempat tidur. Membiarkan juga lemari yang masih terbuka lebar.
Tubuh Mark aku baringkan dengan lembut tanpa harus melepas tautan bibir kami. Persetan dengan hamil atau tidak, jika hamil maka itu anugerah Tuhan, tinggal kami menikah.
Kami saling menggoda tubuh satu sama lain. Menyentuh seluruh tubuh agar tak ada yang merasa iri tak tersentuh. Mencetak tanda merah yang menyebar bahkan dibagian yang mungkin terlihat orang lain. Aku ingin memerkan Mark adalah milikku pada pada khalayak.
"Phi mencintai Mark."
"Hanya boleh mencintai Mark."
Kami melempar senyum, dan kembali berciuman. Tanganku menggeser paha Mark agar mengangkang. Menyaksikan lubang yang berkedut siap menyambut tamu yang akan masuk.
Menjilati milik Mark layaknya es krim. Mengulum dua bola dan menjalar sampai lubang.
"Aghh..."
Satu jariku masuk ke dalam lubang anal Mark. Mengaduknya berputar.
"Nghh.. "
Dua jari menggunting, melebarkan lubang itu agar muat.
"Ohh..."
Tiga jariku masuk bersamaan. Walaupun besarnya masih kalah dengan kebanggaanku.
"Ahh.... huh..."
Mengeluarkan semua jari-jariku. Membuat Mark pasti merasakan kekosongan.
Milikku aku hadapkan di depan mulut Mark untuk dikulum. Aku butuh lubricant agar licin tak begitu menyakiti lubang Mark.
Plop
Memutuskan kenikmatan mulut Mark
"Phi akan masuk."
"Heumb."
Mengocok sebentar, menempatkan pada mulut anal. Memasukan perlahan sampai ujungnya tertanam.
"Ugh..."
Ini baru setengahnya tapi Mark sudah merasakan sakit. Aku mencabut kembali, kemudian menyentakannya dalam satu kali hentakan hingga tertanam penuh.
"Aghh... Sshhh sakit Phi."
Mencium bibir Mark, berharap itu sedikit meredakan. Tak berani bergerak, sampai Mark menyetujui aku bergerak.
Dalam ciuman kami, Mark mengangguk. Lekas aku menggerakan dimulai dari tempo pelan. Aku masih menciumnya, mengalihkan kesakitan sebab benda asing yang masuk ke dalam dirinya.
Dibawah sana aku bekerja, maka diatas sini aku menyapu setiap tubuh Mark. Hingga telingaku mendengar suara rintihan Mark berubah menjadi lenguhan kenikmatan.
"Ahh disana Phihhh.... ahh.."
"Ohh Mark menjepitnya."
Ini terlalu nikmat. Apalagi lubang Mark sempit karena ini pertama kalinya bagi kami. Ditambah Mark dengan nakalnya sengaja mengerutkan lubangnya menjepit otot milikku.
Aku mengangkat tubuh Mark, membalikan posisi kami tanpa perlu melepas tautan, kini Mark duduk di atasku. Mencium punggung, telapak dan jari-jari kaki Mark.
"Bergeraklah Baby."
Tangan kiri Mark berada di atas dadaku, tangan kanannya menopang di tempat tidur. Mark bergerak naik turun memperlihatkan dengan jelas bagaimana milikku keluar masuk. Dada Mark membusung membuatku mencubit gemas. Turun sampai pingggul membantu Mark mengatur ritme gerakan. Tapi tanganku juga menginginkan mengurut milik Mark yang mengacung tepat di depanku.
Sial aku ingin memiliki seribu tangan agar bisa menyentuh Mark disetiap inchi tubuhnya tanpa terkecuali.
"Ngh ngh ngh P'Veehhhh...."
Desahan Mark beradu dengan kulit kami yang saling menubruk. Alunannya sangat merdu. Membuatku ingin terus dan terus mendengarnya. Candu.
"Phihhh Mark hampir sampaihh.."
"Yes bersama babyhh.."
Tempo semakin cepat. Bunyi decitan kamar tidur semakin keras. Aku mengangkat tubuhku, membawa Mark untuk dipeluk. Dalam rengkuhanku, aku dapat merasakan pantulan gerakan kami sangat liar.
"AGHHH....."
Teriakan pelepasan kami datang bersama. Kepala Mark terkulai di bahuku. Ini nikmat yang gila, aku menyukai sensasi ini dimana cairanku menyembur memenuhi rongga lubang Mark.
"Lagi Baby."
"P'Vee~"
Tanpa melepas tautan, aku memposisikan Mark menungging membelakangiku. Mencium bibir Mark yang aku tengokan kepalanya. Hingga akhirnya aku bergerak lagi dan lagi. Bunyi kulit yang beradu menjadi irama mengiringi nyanyian merdu dari mulut Mark.
"P'Veehhh.... ahh.. "
Memegang pinggul Mark yang memantul-mantul lihai. Hingga puncak kenikmatan datang bersamaan.
"AGHHH..."
Badanku ambruk menimpa tubuh Mark. Kami terengah-engah meraup udara sebanyak-banyaknya. AC di ruangan ini tidak membantu sama sekali. Berjam-jam panas suhu menemani kegiatan panas kami. Acara mandi sebelumnya pun percuma, jika saat ini tubuh kami kembali berkeringat.
Plop
"Ahh..."
Mencabut milikku dengan tidak rela. Aku melihat noda diantara cairan putih. Yang aku tahu ini wajar untuk pertama kalinya.
Membaringkan tubuh Mark perlahan, takut itu akan merusak tubuh rapuhnya. Menarik selimut menutupi tubuh telanjang. Kami terlalu lelah untuk sekedar mengenakan pakaian. Jadi hanya aku gunakan tisu yang berada di nakas untuk mengelap sisa-sisa cairan pada tubuh Mark yang sampai meluber mengotori sprei.
"Terima kasih, baby. Phi mencintai Mark."
Mengecup bibir bengkak Mark.
"Hmm..."
Meringkuk mencari saling berbagi kehangatan. Berdoa kepada Tuhan untuk tidak pernah mengambil kebahagian kami. Tidak tahu kan seperti apa jika aku tidak memiliki Mark. Hatiku pasti mati.
~oOo~
Fin
jangan lupa berikan dorongan untuk cerita ini disini ❤
ricHie_CHun
16 Februari 2021
ความคิดเห็น