ตั้งค่าการอ่าน

ค่าเริ่มต้น

  • เลื่อนอัตโนมัติ
    Hot Daddy and Babysitter || YinWar

    ลำดับตอนที่ #5 : 4 - First Make Close

    • อัปเดตล่าสุด 15 ก.พ. 64


    Jam dan hari akan terus berputar mengulang. Begitu pula aktivitas para insan. Sekarang dan nanti akan terus seperti itu. Bak robot yang terprogram paten.

    War menjalani aktivitas yang selalu sama. Kampus dan penthouse menjadi singgahnya yang lama. Jarum jam menunjuk angka 11. Ini sudah terlalu larut dan Yin belum pulang. Yin tak mengabari dan War pun tertalu takut bertanya. Vee sudah terlelap nyenyak dalam kelananya. Untung tadi makan malam mereka tidak menunggu Yin, jika ya pasti mereka akan kelaparan.

    War di ruang tengah membuka laptop untuk membuat tugas akhir. Memang War akan selalu menyempatkan membuat tugas akhir disaat ada celah waktu. Dengan coklat panas mengepul menemani malamnya.

    Suara pintu terbuka, menampilkan Yin yang jauh dari kata rapi, sangat kusut. Dasi sudah tak berbentuk, jas yang dalam pegangan, beberapa kancing kemeja yang dilepas, lengan kemaja digulung dan rambutnya yang berantakan, gila hot seksi pikir War.

    Lagi War mengakui terperosok dalam segala pesona Yin. War tak menampik fisik Yin tak ada cacat, saat rapi bahkan berantakan. Namun sifat Yin membuat kesan itu sirna.

    Yin mendudukan diri di samping War dengan jarak yang lumayan. War berada di sudut kiri dan Yin sudut kanan. Yin menyandarkan kepalanya di senderan sofa, menutup mata dengan lengan kekarnya.

    "Aku akan membuatkan minum hangat untuk Phi "

    "Hmm." Hanya gumaman.

    "Ini Phi, minumlah."

    Yin membuka matanya, tapi saat mulut cangkir hampir mengenai mulut Yin, dia meletakan kembali.

    "Aku tak ingin coklat. Buatkan aku kopi."

    "Tidak ada kopi malam ini Phi. Kopi akan membuat Phi sulit tidur, jadi lebih baik coklat karena mampu menenangkan pikiran stress." War menggeleng kepala.

    "Kamu tahu ak-"

    "Phi tak suka bantahan, dan aku pun saat ini tak ingin dibantah." War menghela nafas sejenak. "Pikirkan kesehatan Phi, Phi butuh istirahat dan kopi akan mengganggunya."

    Yin kali ini kalah dari War. Yin mengakui bahwa yang dikatakan War benar, jika meminum kopi maka dia sangat sulit beristirahat malam ini. Yin sangat membutuhkan istirahatnya.

    "Apa Phi sudah makan?"

    Yin tak membalas dengan kata, tapi hanya gelengan kepala.

    "Aku akan membuat makanan untuk Phi. Jadi sambil menungguku memasak , Phi bisa membersihkan diri dulu."

    "Tidak perlu, aku akan langsung tidur." Jawab Yin saat War hendak beranjak.

    "Phi...!" War menatap jengah ke arah Yin. "Apakah ini yang kau lakukan selama ini? Hidup semaunya tanpa memikirkan kesehatan? Tidak mau tahu, pokoknya sebelum tidur perutmu harus terisi. Kamu tak suka dibantah maka aku pun sama tak ingin dibantah."

    War melenggang ke arah dapur sambil bergumam membodohi kelakuan tuannya.

    "Percuma punya tubuh bagus tapi tak sehat. Kemana istrinya sehingga tak mengurus suami gila kerjanya?" War bergumam lirih, namun telinga Yin cukup jelas mendengarnya.

    Yin sebenarnya tak mengerti bagaimana dia tak mampu membantah tingkah seenaknya War. Dia bukan tipe penurut, tapi semua kata-kata War tak mampu ia bantah walau sebenarnya sangat mudah. Atau karena dia sudah terlalu lelah.

    Setelah mandi, Yin menganti bajunya dengan kaos dan celana pendek. Mendekati Vee yang sudah tertidur. Mengelus rambut halus Vee dan mengecup ujung kepalanya.

    "Istri?" Yin berkata kecut mendengar satu kata ini. Entah ia memikirkan sedikitpun tak pernah.

    Di ruang makan War sudah menata makan malam ringan untuk Yin, dengan beberapa bahan makanan yang mampu ia olah. Bukan karena War tak mampu memasak, tapi bahan makanan yang tak banyak. Semua diisi makanan ringan dan instan. War menyadari karena penghuni penthouse yang jarang memasak atau tak pernah.

    Yin yang sudah datang duduk menghadap makanan di depannya. Dia menelisik masakan War, apakah ini layak untuk di konsumsi?

    "Jika kau bertanya itu layak tidak, maka kau tidak tahu hasilnya jika belum memakannya." War yang duduk di samping kanan Yin memahami dari tatapan menyelidik Yin.

    Yin memasukan sesuap makanannya hingga menjadi beberapa suap. Yin mengakui masakan War sangat cocok di mulutnya.

    "Enakan? Kita tak tahu rasanya jika belum mencoba." Senyum bangga War.
    "Baik karena sudah malam aku akan pulang Phi."

    "Menginaplah."

    "Ehh?" Bingung War.

    "Tak ada bus."

    "Aku akan naik taksi."

    "Sudah malam."

    "Tak apa Phi. Aku sudah biasa."

    Yin memincingkan ekor matanya. Apakah War sudah biasa pulang malam. Tidak itu tak baik seorang pria seperti War harus pulang malam.

    "Nanti anda ada yang menggodamu."

    "Haha... apakah Phi bercanda? Aku pria Phi, ingat. Bahkan aku yang mungkin menggoda."

    "Benarkah?" Yin memandang wajah dan perawakan War. Yin tersenyum mengeceh. "Lihat dirimu, apakah dengan wujud seperti ini kamu masih tak digoda? Pria diluar sana mungkin dengan senang hati menggodamu "

    "Sialan Phi. Mungkin pria itu dirimu Phi." War kali ini yang menggoda Yin.

    "Sudahlah, sudah lewat tengah malam juga. Masih ada kamar kosong, kamu bisa menempatinya. Ingat aku tak suka dibantah."

    War berhenti mendebat. Ada benarnya omongan Yin, terlalu larut dia pulang.

    Yin melanjutkan makan malamnya, tahu War tak jadi pergi. Selama Yin makan, War sibuk berbicara walau satu arah, karena Yin tak menanggapi apapun cerita War. War hanya berbicara tentang kegiatan Vee, tak lebih. Entah bagi Yin ocehan War tak mengganggu telinganya. Bahkan seperti perasaan tak sendiri lagi. Seumur hidupnya hanya keluarganya yang berani berbicara panjang dengan Yin, tapi kali ini ada War yang orang asing berani berbicara seenaknya dengan Yin. Orang lain berhadapan dengan Yin saja sudah takut, apalagi harus mengoceh panjang. Siap-siap akan terbunuh oleh tatapan matanya.

    "Phi sepertinya kita harus berbelanja."

    "Bukankah makanan sudah banyak?"

    "Yang ada hanya makanan instan dan cemilan. Kita butuh bahan makanan lain untuk memasak."

    "Ada koki yang akan memasak. Tak perlu repot."

    "Eihh, masakan koki memang enak, tapi aku rindu masakan rumahan." War mengerucutkan bibirnya. Sangat lucu di mata Yin.

    "Uhukk." Yin tersedak oleh minumannya sendiri. Brengsek semua ini karena War. "Jangan bertingkah seperti itu lagi dihadapan orang."

    "Apa yang aku lakukan?"

    "Lupakan. Aku akan tidur."

    "Yaa..! Phi bagaimana dengan belanjanya?" War bertanya saat Yin sudah melangkah. Namun Yin hanya terus berjalan.

    "Ck, menyebalkan." Decak War karena diabaikan. Walau begitu War tak lupa akan sesuatu, "Selamat malam Phi." Teriak War dan membereskan wadah makanan Yin. Dia akan mencucinya besok saja.

    Yin menutup pintu kamarnya. Dia masih kaget karena kembali War menjadi orang lain pertama yang mengucapkan 'selamat malam'. Sepertinya kedepannya Yin harus bersiap menerima kejutan lain dari War.



     

    Pagi menyambut kembali bumi Thailand. War sudah sibuk berkutat dengan dapur milik Yin. Yin keluar dari kamarnya dengan setelan yang sudah rapi. Sepertinya daddy kita tidur dengan nyenyak karena cokelat atau karena lainnya.

    "Ohh kau sudah bangun Phi." War menyadari kehadiran Yin yang sudah berdiri didekatnya hendak membuat sesuatu.

    "Duduklah biar aku yang membuat." War mendorong pelan punggung Yin.

    "Tidak aku akan membuat sendiri. Nanti kamu melarang lagi aku meminum kopi."

    "Haha apakah Phi merajuk? Lucu sekali."

    "Kau pasti akan beralasan, ini masih pagi Phi, tidak baik untuk lambungmu." 

    "Haha aduh perutku." War merasa geli dengan akting Yin. "Itu Phi sangat tahu."

    "Tuh kan, biar aku membuat sendiri."

    "Ya ampun Phi, sudah duduk saja. Tenang aku akan membuatkan Phi kopi." War menggeleng kepala dengan tingkah baru Yin yang lain.

    "Ini kopimu." Meletakan secangkir kopi hitam. "Oya, aku sudah membuat sarapan untuk kita, jadi Phi bisa menghubungi koki untuk tidak perlu menyediakan sarapan."

    "Apa yang kau buat?"

    "Hanya bubur . Kalian bisa memakannya kan?"

    "Cukup baik."

    "Seperti yang aku bilang, aku rindu masakan rumah. Padahal sangat baik jika kita berbelanja jadi bisa memasak sendiri." Keluh War. Yin yang mendengar terlihat acuh walau sebenarnya dia mendengar.
    "Aku akan membangunkan Vee dulu."

    War melangkah memasuki kamar utama. Dia sudah tak canggung lagi, toh selama ada Vee maka itu sah saja.

    "Hai boy bangunlah."

    "Dad, Vee masih mengantuk." Vee semakin menarik selimut menutupi sampai kepala.

    "Ini Phi War, sayang."

    "Apa?? Apakah sudah siang?" Vee buru-buru membuka selimutnya mengecek jam di meja samping.
    "Ini masih sangat pagi, tapi phi sudah datang."

    "Phi menginap tadi malam."

    "Waaww benarkah? Tahu begini Vee tidur dengan Phi." Sesal Vee. "Apakah daddy pulang tadi malam?"

    "Daddy pulang cukup larut. Nahhh ayo sekarang mandi karena Phi sudah memasak untuk kita."

    "Phi yang memasak? Kita tidak memakan masakan koki?"

    "Apakah Vee tidak suka?" Lemah War.

    "Tentu Vee sangat suka. Ayo ayo." Riang Vee yang meminta gendongan War.

    Menu sarapan pagi kini tak sebanyak biasanya. Tapi War senang ketika melihat Yin dan Vee menghabiskan makanannya.

    War melihat mereka dengan tatapan seakan meminta tanggapan. Yin yang melihat hanya terkekeh dengan mimik War.

    "Jika kau ingin tahu nilainya, maka ini-" Yin diam sejenak. "90." Yin hampir mengatakan 100, jujur ini sangat enak.

    "Wahh benar kah Phi?" Antusias War, ini cukup baik bukan. Bahkan Vee mengangkat 10 jari mungilnya.

    War tersenyum ringan karena ada orang lain lagi yang memuji makanannya.

    "Daddy juga ahli memasak." Ucap Vee tiba-tiba.

    "Wowww, kejutan. Aku jadi ingin dibuatkan." War mengangkat alis menggoda.

    Yin menetralkan serangan dadakan dari Vee. Segera ia mengalihkan pembicaraan, kalau tidak War akan menggodanya terus.

    "Ayo kita berangkat." Yin mengangkat Vee dari duduknya dan menggandeng tangan Vee.

    "Tunggu." War mengintruksi dan lari ke dapur.

    Berjongkok di depan Vee dan menyerahkan sebuah kotak bekal.
    "Phi menyiapkan sandwich untuk Vee. Jadi saat istirahat bisa memakan dan berbagi jika perlu. Saat siang baru Vee bisa makan di kantin sekolah."

    "Siap captain. Terima kasih."

    "Kau hanya menyiapkan satu saja untuk Vee?" Yin berkata protes.

    "Tentu, Phi pikir aku harus menyiapkan berapa kotak untuk Vee bawa?" Jawab War tanpa tahu makna kalimat Yin. Tidak peka.

    "Ck, ayo pergi. Dan kau-" Yin menggantung kalimatnya dihadapan War. "Ikut mobil kami."

    "Tak usah Phi, aku naik Bus saja."

    "Ssstt.. aku tak suka dibantah."

    .
    .
    .
    ~oOo~
    .
    .
    .

    "Tidak pulang, jadi bagaimana menginap bersama Hot Daddy?" Goda Bever sambil mencolek dagu War.

    "Waw waww, apakah ada yang sudah dekat dengan Sugar Daddy?" Tambah Prat.

    "Otak busuk kalian memang perlu di bersihkan. Aku hanya menginap karena dia pulang larut. Toh kita tidak dalam satu kamar seperti aku dan Bever, apa yang kalian khayalkan."

    "Tentu beda, kau dan Bever hanya teman. Sedangkan  kau dan dia.... hhmm.. bisa saja lebih." Prat.

    "Hanya pengasuh dan tuannya."

    "Kita tidak tahu apakah kau mengasuh daddy nya juga." Benz.

    "Aku bukan kau, Benz."

    "Tunggu, orang yang aku lihat keluar dari mobil mahal itu..-" Wint menunjuk sedotannya ke muka War. "Kau War."

    "Wahhhhh kemajuan pesat." Semua orang berubah gila. Mereka sangat suka menggoda War yang pasti mudah menjadi pria pemalu. Walau sebenarnya mereka paham tak ada apa-apa dalam hubungan mereka. Tapi ini akan lucu.

    "Bajingan kalian."

    Drrtt

    Drrtt

    War mengangkat telephone dengan suara lirih dan menutupi mulutnya.

    "Hallo Phi"

    "Uhhhh" teman-temannya kompak menyoraki. War mendelik lucu.

    "..."

    "Ya aku sudah selesai."

    "..."

    "Tak perlu aku bisa naik bus."

    "..."

    "APPPAA? PHI KAU GILA?" War menghembuskan nafas.

    "..."

    "Aku tahu tak ada bantahan. Aku segera kesana."

    War langsung berlari tak menghiraukan sorakan dari teman-temannya. War menganggap Yin gila, bagaimana mungkin dia menjemput War di kampus. Dan benar saja sekarang banyak mata melirik ke arah mobil yang terparkir. Untung Yin tak sampai keluar, jika ya maka pasti akan menjadi lebih sulit.

    Brakk

    War menutup pintunya keras. Dia sangat kesal. Yin juga tak memperdulikan kelakuan War.

    "Kenapa harus ke kampus segala? Jika Phi ingin menjemput Vee, maka aku akan langsung ke penthouse." War berbicara dengan sewot.

    "Kita tidak langsung ke penthouse."

    "Okeh. Kalau memang mau ke suatu tempat, Phi bisa bilang dan aku menyusul, atau mungkin Phi ingin berdua dengan Vee. Jadi aku menunggu di penthouse."

    "Kau yang bilang ingin pergi."

    "Kapan? Pergi kemana?"

    "Merajuk seharian tapi kamu yang lupa."

    "Phi! Aku tak paham ap-, aahh maksudmu berbelanja?"

    "Otak dangkalmu sudah ingat rupanya."

    "Kau yang tak menghiraukan aku dan sekarang memaksa. Dasar menyebalkan." War yang sedari tadi menghadap Yin sekarang memposisikan menghadap ke depan. Mengerucutkan bibirnya karena merasa di bodohi. Dan lagi, besok pasti akan mendapat godaan lebih dari teman-temannya karena di jemput si Ice Daddy

    Yin yang fokus menyetir sesekali melirik ekspresi War. Yin mengangkat sedikit sudut bibirnya. Bagi Yin, melihat War merajuk itu menyenangkan. Seakan itu hiburan dari kepenatan.

    "Kau orang pertama yang membuatku pergi berbelanja."

    Yeah seoarang Yin tidak pernah berbelanja sendiri, karena dia tinggal meminta orang untuk mengirim barang yang dibutuhkan ke penthouse. Sangat mudah kenapa harus repot.

    "Kenapa mau?"

    "Suara merajukmu membuat telingaku sakit." Mana mungkin Yin jujur.

    "Tetap menyebalkan."




     

    Setelah menjemput Vee, mereke bertiga menuju salah satu supermarket besar. Vee yang melihat di jemput mereka berdua melompat kesenangan. Apalagi saat Yin bilang bahwa mereka akan mampir ke supermarket. Di otak kecil Vee, mereka seperti keluarga kecil yang berpergian.

    Sesampainya di supermarket, entah apa yang terjadi, War tetlihat bingung. Karena beberapa karyawan bahkan sampai manajernya menyambut mereka. Saat mendengar sapaan dari menajer supermarket, baru War pahami ini salah satu bisnis Wong Wei. Benar gila, berapa banyak lagi kekayaan yang akan Yin pamerkan.

    Saat War melirik ke Yin, ekspresi Yin berubah menjadi si es Yin lagi. Dia hanya berjalan dengan menggandeng Vee, tak perlu membalas segala basa-basi manajer tersebut.

    "Aku akan mengambil troli." Ucap War.

    "Tidak tuan, biar karyawan kami yang membawanya." Ucap manajer.

    Disini otak licik War berjalan.
    "Tidak perlu Presdir Yin yang akan membawanya. Iyakan?" War memincingkan matanya ke Yin.

    "Tapi ka-" Suara manajer menggantung.

    "Tinggalkan kami. Kalian kembali bekerja. Kalian tidak dibayar hanya untuk berdiri disini." Ucap Yin tegas dengan mata menatap War menantang.

    "Baik Presdir."

    Orang-orang tadi kembali ke tempatnya. Namun mata tidak sepenuhnya kembali. Karena beberapa masih sibuk mengawasi, takut-takut ada kesalahan dan Yin akan marah.

    "Ayo Vee kita belanjaaaaa..." War berucap riang dengan menggandeng tangan Vee, membawanya memilih sesuatu yang dibutuhkan. Sedangkan Yin menghela nafas melihat tingkah dua orang beda usia di depannya.

    "Phi ambil trolinya dan dorong."

    "Sial, dia menyuruhku?" Yin sewot tapi tetap saja dia menuruti.

    Baik Yin maupun War sebenarnya mereka menyadari, bahwa karyawan atau orang-orang disana diam-diam bergosip. Tapi mereka bersikap acuh Bagaimana tidak, seorang CEO yang didambakan semua orang pergi dengan orang lain selain keluarga dan temannya. Seorang CEO menuruti saja disuruh orang lain. Dan banyak lagi hal yang mencurigakan dimata orang-orang. Ini dapat menjadi topik hangat berita mereka.

    .
    .
    .
    ~oOo~

    Tebece

     


    8 September 2020
    riCHie_CHun
     


     

    ติดตามเรื่องนี้
    เก็บเข้าคอลเล็กชัน
    นิยายแฟร์ 2024

    ผู้อ่านนิยมอ่านต่อ ดูทั้งหมด

    loading
    กำลังโหลด...

    อีบุ๊ก ดูทั้งหมด

    loading
    กำลังโหลด...

    ความคิดเห็น

    ×